MAKALAH
TUNTUNAN
AGAMA TERHADAP IBU NIFAS
Dosen
Mata Kuliah : Nur Wahyuni, M.Ag.
Disusun
Oleh :
Kelompok
IV
1. Rupina
Rantika (17130073)
2. Rusniyati (17130074)
3. Syarifah
Syakinah (17130075)
4. Uni
Kurniawati (17130076)
5. Winarsih (17130077)
6. Wiwin
Lestari (17130078)
7. Yuni
Tamagi (17130079)
8. Nur
Endah Lestari (17130080)
9. Susanti (17130081)
10. Tety
Pratiwi (17130082)
SEMESTER
I B
AKADEMI
KEBIDANAN UMMI KHASANAH
Alamat
: Jalan Pemuda, Gandekan, Bantul, Yogyakarta
Telp.
(0274) 7418523
KATA
PENGANTAR
Puji syukur
penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT atas taufik, hidayah, serta inayah-Nya,
sehingga penyusun dapat menyelesaikan Makalah Tuntunan Agama Terhadap Ibu
Nifas ini dengan baik dan sesuai yang
diharapkan.
Ucapan
terimakasih penyusun sampaikan kepada :
1.
Nur Wahyuni, M.Ag., selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam.
2.
Teman-teman dan semua pihak yang telah
membantu atas tersusunnya Makalah Tuntunan Terhadap Ibu Nifas.
Dengan
keterbatasan kemampuan kami dalam menyusun makalah ini, tentunya masih banyak
kekurangan. Oleh sebab itu, penyusun mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun guna kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, kami
ucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya, apabila ada kesalahan dalam penulisan
nama seta gelar,dan kami juga mohon maaf apabila ada perkataan yang kurang
berkenan.
|
DAFTAR
ISI
HALAMAN
JUDUL ........................................................................................... i
KATA
PENGANTAR ....................................................................................... ii
DAFTAR
ISI
....................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................... 1
I.
Latar Belakang .......................................................................................... 1
II.
Tujuan ....................................................................................................... 2
III. Manfaat
..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
.................................................................................... 3
I.
Masalah Nifas ........................................................................................... 3
II.
Persetubuhan (Jima’) ................................................................................. 4
III. Kebersihan
Mandi ..................................................................................... 5
IV. Ibadah
....................................................................................................... 6
BAB III PENUTUP
............................................................................................ 7
I. Kesimpulan
............................................................................................... 7
II. Saran
......................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB I
PENDAHULUAN
I.
Latar
Belakang
Nifas
adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan. Baik darah itu keluar
bersamaan ketika proses melahirkan, sesudah atau sebelum melahirkan, yang
disertai dengan dirasakannya tanda-tanda akan melahirkan, seperti rasa sakit,
dan lain-lain.
Masa
nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat
kandungan pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung
selama 6-8 minggu. Periode nifas merupakan masa kritis bagi ibu, diperkirakan
60 % kematian ibu akibat kehamilan terjadi setelah persalinan yang mana
50% dari kematian ibu tersebut terjadi 24 jam pertama setelah persalinan
dan ada suatu hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan selama masa nifas,
termasuk beribadah, bersetubuh dengan suami dan lain-lain. Untuk itu perawatan
saat masa nifas merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan.
Perawatan
masa nifas mencakup berbagai aspek mulai dari pengaturan dalam kesehatan,
anjuran untuk kebersihan, menghindari hal-hal yang tidak diperbolehkan. Selain
perawatan nifas dengan memanfaatkan sistem pelayanan biomedical ada juga
ditemukan sejumlah pengethun dan perilaku budaya dalam perawatan masa nifas.
II.
Tujuan
Tujuan dari penyusunan
makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk
mengetahui masalah nifas.
2. Untuk
mengetahui hukum persetubuhan disaat sedang nifas.
3. Untuk
mengetahui cara kebersihan mandi setelah selesai nifas.
4. Untuk
mengetahui hukum ibadah diaat sedang nifas.
III.
Manfaat
1. Mengetahui
nifas dalam agama Islam.
2. Mengetahui
hukum nifas berdasarkan agama islam.
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Masalah
Nifas
Nifas
adalah darah yang keluar dari rahim karena melahirkan. Baik darah itu keluar
bersamaan ketika proses melahirkan, sesudah atau sebelum melahirkan, yang
disertai dengan dirasakannya tanda-tanda akan melahirkan, seperti rasa sakit,
dan lain-lain. Rasa sakit yang dimaksud adalah rasa sakit yang kemudian diikuti
dengan kelahiran. Jika darah yang keluar tidak disertai rasa sakit, atau
disertai rasa sakit tapi tidak diikuti dengan proses kelahiran bayi, maka itu
bukan darah nifas.
Selain
itu, darah yang keluar dari rahim baru disebut dengan nifas jika wanita
tersebut melahirkan bayi yang sudah berbentuk manusia. Jika seorang wanita
mengalami keguguran dan ketika dikeluarkan janinnya belum berwujud manusia,
maka darah yang keluar itu bukan darah nifas. Darah tersebut dihukumi sebagai
darah penyakit (istihadhah) yang tidak menghalangi dari shalat, puasa dan
ibadah lainnya.
Perlu
kita ketahui bahwa waktu tersingkat janin berwujud manusia adalah delapan puluh
hari dimulai dari hari pertama hamil. Dan sebagian pendapat mengatakan sembilan
puluh hari.
Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud sradhiyallahu ‘anhu ,bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada kami, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang benar dan yang mendapat berita yang benar, “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah seperti itu pula, kemudian menjadi mudhghah seperti itu pula.
Sebagaimana hadits dari Ibnu Mas’ud sradhiyallahu ‘anhu ,bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memberitahukan kepada kami, dan beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang benar dan yang mendapat berita yang benar, “Sesungguhnya seseorang dari kalian dikumpulkan penciptaannya dalam perut ibunya selama 40 hari dalam bentuk nuthfah, kemudian menjadi ‘alaqah seperti itu pula, kemudian menjadi mudhghah seperti itu pula.
Kemudian
seorang malaikat diutus kepadanya untuk meniupkan ruh di dalamnya, dan
diperintahkan kepadanya untuk menulis empat hal, yaitu menuliskan rizkinya,
ajalnya, amalnya, dan celaka atau bahagianya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Menurut
Ibnu Taimiyah, “Manakala seorang wanita mendapati darah yang disertai rasa
sakit sebelum masa (minimal) itu, maka tidak dianggap sebagai nifas. Namun jika
sesudah masa minimal, maka ia tidak shalat dan puasa. Kemudian apabila sesudah
kelahiran ternyata tidak sesuai dengan kenyataan (bayi belum berbentuk
manusia-pen) maka ia segera kembali mengerjakan kewajiban. Tetapi kalau
ternyata demikian (bayi sudah berbentuk manusia-pen), tetap berlaku hukum
menurut kenyataan sehingga tidak perlu kembali mengerjakan kewajiban.” (Kitab
Syarhul Iqna’)
II.
Persetubuhan
(Jima’)
Jima’ menurut bahasa adalah
mengumpulkan bilangan. Seperti ungkapan ungkapan “mengumpulkan” perkara seperti
ini, maksudnya telah terkumpul bersamanya. Arti bahasa yang lain adalah
persetubuhan atau persenggamaan.
Menurut istilah jima’ adalah
memasukkan dzakar (penis) laki-laki ke dalam farji (vagina) perempuan. Dan bisa
dikatakan jima’ walaupun yang masuk hanya kepala dzakar saja, ataupun hanya
sentuhan antara kepala dzakar dengan farji. Adapun aktifitas antara seorang
suami dan istrinya sebelum memasukkan ini disebut sebagai pendahuluan jima’.
Dikatakan jima’ apabila
memasukkannya adalah ke dalam farji (vagina) perempuan. Seandainya penis masuk
ke dalam dubur (anus) atau lubang di tubuh yang bukan farji maka ia bukan
dinamakan jima’. Bahkan hal itu termasuk penyimpangan yang biasa dikenal
sebagai liwath (sodomi).
Hukum persetubuhan disaat sedang
nifas adalah sebagai berikut :
Suami
haram melakukan jima’ disaat istri sedang menstruasi atau nifas. Ini sudah
hukum dan ketentuan sah dari agama bahwa wanita mengeluarkan darah menstruasi
atau nifas tidak boleh didekati dengan jima’.
Firman
Allah SWT:
“Mereka bertanya pada engkau (wahai Muhammad) mengenai
persoalan darah menstruasi, maka jawablah darah tersebut merupakan kotoran,
oleh karenanya hindarilah wanita-wanita ketika dalam keadaan menstruasi, dan
janganlah kamu bersetubuh dengan mereka sampai mereka suci. Manakala mereka
sudah suci (kemudian melakukan mandi) maka bersetubuhlah kamu dengan mereka
sebagaimana Allah memerintahkanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang
yang ahli taubat dan ahli bersuci”.
(QS.
Al-Baqarah: 222).
Para
ulama kemudian mengqiyaskan bahwa tidak hanya mens saja melainkan wanita yang
mengeluarkan darah nifas yang keluar setelah melahirkan juga wajib dijauhi
seperti menjauhi tatkala mereka menstruasi.
III.
Kebersihan Mandi
Setelah selesai nifas seorang wanita
diwajibkan untuk mandi wajib untuk menghilangkan hadast besar (darah nifas)
tersebut dengan cara membasuh seluruh tubuh mulai dari puncak kepala hingga
ujung kaki.
A. Fardhu Mandi
1. Niat : bersama-sama dengan mula-mula
membasuh tubuh.
Lafadzh
niat :
ﻧﻮ ﻴﺖ ﺍﻠﻐﺳﻞ ﻠﺮ ﻔﻊ ﺍﻠﺤﺪ ﺚ ﺍﻻ ﻜﺑﺮ ﻔﺮﻀﺎ ﷲ
ﺘﻌﺎﻠﻰ
“Aku niat mandi
wajib untuk menghilangkan hadast besar fardhu karena Allah.”
2. Membasuh seluruh badannya dengan
air, yakni meratakan air ke semua rambut dan kulit.
3. Menghilangkan najis.
B. Sunnat Mandi :
1. Mendahulukan membasuh segala kotoran
dan najis dari seluruh tubuh.
2. Membaca basmallah pada permulaan
mandi.
3. Menghadap kiblat sewaktu mandi dan
mendahulukan bagian kanan daripada kiri.
4. Membasuh badan samapai tiga kali.
5. Membaca doa sebagaimana
membaca doa sesudah berwudhu.
6. Mendahulukan mengambil air wudhu
yakni sebelum mandi disunnatkan berwudhu terlebih dahulu.
IV.
Ibadah
Wanita yang haid dan nifas haram
melakukan shalat fardhu maupun sunnah, dan mereka tidak perlu menggantinya
apabila suci. (Ibnu Hazm di dalam kitabnya al-Muhalla)
Shalat
sebagaimana yang kita ketahui, sahnya juga suci dari hadast besar. Cara
menghilangkan hadast besar tersebut yaitu dengan cara mandi wajib.
BAB III
PENUTUP
I.
Kesimpulan
Nifas
adalah darah yang keluar disebabkan oleh kelahiran anak. Hukum yang berlaku
pada nifas adalah sama seperti hukum haid, baik mengenai hal-hal yang
diperbolehkan, diharamkan, diwajibkan maupun di hapuskan. Karena nifas adalah
darah haid yang tertahan karena proses kehamilan. Takaran maksimal bagi keluar
darah nifas ini adalah 40 hari.
Seorang
suami diharamkan untuk menyetubuhi istrinya selama dia masih nifas. Apabila
darah nifas seorang wanita telah terhenti maka dia wajib mandi, sesuai dengan
kesepakatan ulama umat ini sehingga wanita itu menjadi suci dari nifasnya,
setelah itu suami diperbolehkan untuk menyetubuhinya.
Wanita
yang haid dan nifas haram melakukan shalat fardhu maupun sunnah sebelum ia
melakukan mandi wajib.
II.
Saran
Untuk
dosen mata kuliah agama Islam diharapkan dapat memberikan bimbingan untuk tiap tenaga medis tentang cara islami
menghadapi ibu yang mengalami nifas.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar